KELARUTAN INTRINSIK
OBAT
A. Tujuan
Adapun tujuan
diadakannya praktikum ini, yaitu :
Memperkenalkan konsep dan proses pendukung system kelarutan
obat dan menentukan parameter kelarutan zat.
B. Tinjauan Pustaka
Dalam
istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang
karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak dimasukkan
kedalam golongan produk lainnya (Efendi,2003).
Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran homogen dari dua zat atau
lebih yang terdispersi sebagai molekul ataupun ion yang komposisinya dapat
bervariasi. Disebut homogen karena komposisi dari larutan begitu seragam (satu
fasa) sehingga tidak dapat diamati bagian-bagian komponen penyusunnya meskipun
dengan mikroskop ultra. Dalam campuran heterogen permukaan-permukaan tertentu
dapat diamati antara fase-fase yang terpisah (Koesman, 2007).
Dalam istilah kimia fisik, larutan
dapat disiapkan dari campuran yang mana saja dari tiga macam keadaan zat yaitu
padat, cair dan gas. Misalnya suatu zat terlarut padat dapat dilarutkan baik
dalam zat padat lainnya, cairan atau gas, dengan cara yang sama untuk zat
terlarut dan gas, ada 9 tipe campuran homogen yang mungkin dibuat (Ansel,
2005).
Kelarutan adalah kadar jenuh
solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukkan bahwa
interaksi spontan satu atau lebih solute atau solven telah terjadi dan
membentuk dispersi molekuler yang homogeni. Suatu larutan dikatakan jenuh
apabila terjadi kesetimbangan antara fase solute dan fase solven dalam larutan
yang bersangkutan. Kelarutan dapat diungkapkan melalui banyak cara antara lain
dengan menyatakan jumlah pelarut (dalam ml) yang dibutuhkan untuk setiap gram solute,
dengan pendekatan berupa perbandingan, missal : 1 bagian solute dapat larut
dalam 100-1000 bagian solven disebut sukar larut, fraksi mol dan molar (Anonim,
2012).
Pada
literatur lain kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam
suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen
bahan yang berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan
padat dalam cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat
(misalnya gelas, pembentukan kristal campuran) (R. Voight,1994).
Kelarutan
suatu zat (solute) dalam solven tertentu digambarkan sebagai like dissolves
like senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan, yang
penjabarannya didasarkan atas polaritas antara solven dan solute yang
dinyatakan dengan tetapan dielektrikum, atau momen dipole, ikatan hydrogen,
ikatan van der waals (London) atau ikatan elektrostatik yang lain (Anonim,
2012). Kelarutan suatu bahan dalam suatu
pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat
dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu
melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini
disebut larutan jenuh (Efendi, 2003).
Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1.
pH
2.
Temperatur
3.
Jenis pelarut
4.
Bentuk dan ukuran partikel
5.
Konstanta dielektrik pelarut
6.
Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks
ion sejenis dan lain-lain (Tim asisten.,
2008).
Kelarutan
gas dalam cairan dipengaruhi tekanan, suhu, salting out, dan reaksi kimia,
sedangkan perhitungan kelarutan dapat dilakukan menurut hukum henry (tetapan)
maupun koefisien absorpsi Bunsen. Kelarutan cairan dalam cairan dapat
digolongan menjadi dua atas dasar ada tidaknya penyimpangan terhadap hukum
Raoult. Disebut larutan ideal (larutan nyata = real solution) apabila tidak ada
penyimpangan terhadap hukum raoult dan disebut larutan non ideal apabila ada
penyimpangan.
Kelarutan
zat padat dalam cairan merupakan masalah yang paling kompleks tapi paling
banyak dijumpai dalam kefarmasian. Asumsi dasar untuk kelarutan zat padat dalam
(sebagai) larutan ideal adalah tergantung pada suhu percobaan (proses larut),
suhu (titik) lebur solute, dan beda entalpi peleburan molar solute (yang
dianggap sama dengan panas pelarutan molar solute) (Anonim, 2012).
Kelarutan
obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas pelarut yaitu oleh momen
dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar lainnya.
Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alcohol dalam segala perbanding an dengan
melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain (R. Voight, 1994).
Jenis-jenis pelarut yang biasanya
digunakan untuk
melarutkan
antara lain
a)
Pelarut Polar
Kelarutan
obat sebagian
besar disebabkan oleh polaritas
dari pelarut, yaitu
momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain.
Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan
gula dan senyawa polihidroksi lain.
Air melarutkan
fenol, alkohol, aldehid,
keton amina
dan senyawa
lain yang mengandung
oksigen dan nitrogen yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam
air.
b)
Pelarut non polar
Aksi
pelarut dari cairan non polar seperti
hidrokarbon berbeda
dengan zat
polar. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik menarik antara ion elektrolit
kuat dan lemah,
karena tetapan
dielektrik pelarut yang
rendah. Pelarut
juga tidak dapat
memecahkan ikatan kovalen
dan elektrolit
dan berionisasi lemah karena pelarut non polar tidak dapat membentuk jembatan
hidrogen dengan non
elektrolit.
Oleh karena itu, zat
terlarut ionik
dan polar tidak dapat larut atau hanya dapat
larut sedikit dalam pelarut non polar.
Tetapi
senyawa non polar dapat
melarutkan
zat terlarut non
polar dengan tekanan yang sama melalui interaksi dipol induksi. Molekul zat terlarut tetap
berada
dalam larutan dengan adanya
sejenis gaya van
der waals
– London lemah. Maka, minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida, benzena dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut non polar.
c)
Pelarut Semipolar
Pelarut semipolar seperti keton
dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat
polaritas tertentu dalam molekul
pelarut non polar,
sehingga menjadi
dapat larut dalam alkohol,
contoh : benzena yang
mudah dapat dipolarisasikan
kenyataannya senyawa semipolar
dapat
bertindak sebagai pelarut
perantara yang
dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar
dan non polar (Anonim, 2011).
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas
pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat
melarutkan zat-zat non polar sukar larut di
dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore
dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu
campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu
zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya.
Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam
bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat disebut co-solvent. Etanol,
gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang
farmasi untukpembuatan eliksir. (Ansel, 2005)
Salisilat termasuk dalam golongan
obat anti inflamasi non steroid ( AINS).
Mekanisme kerja adalah menghambat sintesis Prostaglan-din dengan
menghambat kerja enzim siklooksigenase pada pusat termoregulator di
hipothalamus dan perifer. Salisilat sudah digunakan lebih dari 100 tahun.
Salisilat digunakan sebagai analgetik, antipiretik, anti inflamasi, anti fungi
(Darsono, Lusiana. 2002).
Untuk
mengetahui efektifitas kelarutan obat di dalam tubuh, salah satu cara yang
digunakan adalah uji disolusi. Waktu kelarutan obat dalam tubuh sangat erat
hubungannya dengan efektifitas obat tersebut untuk menghilangkan rasa sakit.
Waktu kelarutan obat pada uji disolusi dianggap sebagai waktu kelarutan obat
didalam tubuh. Semakin cepat larut suatu obat maka semakin efektif obat
tersebut bekerja (Rachdiati, henny. 2008).
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu
:
-
Tabung reaksi 7 buah
-
Corong 1 buah
-
Statif dan kleim 1 buah
-
Erlenmeyer 1 buah
-
Pipet tetes 10 ml 1 buah
-
Filler 1 buah
-
Buret 1 buah
-
Kerts saring 7 buah
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu
:
-
Aquades
-
Etanol 95%
-
Indokator fenolftalein
-
Asam salisilat 7 gram
-
NaOH 0,1 N
-
Propylengglikol
A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
Tabung
|
Volume (ml)
|
Asam salislat
|
Volume NaOH
|
||
aquades
|
ethanol
|
P.glykol
|
|||
1
|
6
|
0
|
4
|
1
|
1,2
|
2
|
6
|
0,5
|
3,5
|
1
|
3,6
|
3
|
6
|
1
|
3
|
1
|
6,8
|
4
|
6
|
1,5
|
1,5
|
1
|
0,3
|
5
|
6
|
3
|
1
|
1
|
1,9
|
6
|
6
|
3,5
|
0,5
|
1
|
3,9
|
7
|
6
|
4
|
0
|
1
|
2,0
|
A. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan uji
kelarutan asam salisilat yang merupakan bahan obat fungi pada pelarut campur
pelarut campur ini terdiri dari etanol sebagai turunan dari alcohol, aquades, dan
propilenglikol. bila ditinjau dari kemampuan melarutkannya air merupakan
pelarut polar, etanol adalah pelarut semi polar dan propylengglikol merupakan
pelarut non polar. Pada literatur prinsip kelarutan like dissolved like
menyatakan suatu zat hanya dapat larut dalam pelarut yang sejenis dengannya,
tentu saja dalam hal ini yang polar
hanya akan larut dalam pelarut polar, yang semi polar juga hanya akan larut
pada pelarut semi polar, dan zat yang non polar akan larut pada pelarut non
polar. Asam salisilat dengan rumus struktur yang terdiri dari gugus OH dan gugus
benzen, membuat asam salisilat menjadi zat yang bersifat semipolar, ditandai
dengan gugus OH sebagai penanda polar dan gugus benzen sebagai penanda non
polar, sehingga asam salisilat hanya akan larut sempurna pada pelarut semi
polar, dalam hal ini etanol.
Percobaan ini diawali dengan
pembuatan pelarut campur. Aquades diberikan perlakukan yang sama yaitu dipipet
sebanyak 6 ml untuk setiap tabung reaksi, lalu dimasukkan etanol yang dibedakan
volumenya pada setiap tabung dan begitu
pula dengan propylengglikol. Pada tabung pertama tidak diberikan etanol dan
pada tabung ke tujuh tidak diberikan prolyengglikol. Setelah pelarut campur
telah disatukan dalam tabung, asam salisilat dimasukan kedalam tabung
tersebut. setiap tabung diisi 1 gr asam
salisilat. Setelah asam salisilat dimasukan, pelarut dan asam salisilat digojok
selama 30 menit didalam tabung reaksi. Pengojokan selama 30 menit ini adalah
cara untuk membantu asam salisilat larut dalam pelarut campur ini. Setelah 30
menit penggojokan, tidak banyak perubahan yang dapat terlihat dari larutan
hasil penggojokan, hanya larutan keruh dan sejumlah asam salisilat yang
tertinggal dibawah permukaan tabung.
Langkah selanjutnya, larutan dipisahkan dari sisa asam salisilat
yang tertinggal dengan cara disaring dan larutan dimasukan kedalam erlenmeyer
untuk selanjutnya di berikan beberapa tetes indicator fenolftalein dan
dititrasi dengan NaOH. Bila dilihat pada
hasil percobaan pada volume NaOH yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir
titrasi atau sampai terjadinya perubahan warna setiap tabung berbeda-beda. Hal
ini disebabkan karena diberikan variasi volume etanol dan propylengglikol pada
setiap tabung. Banyak sedikitnya NaOH yang dibutuhkan untuk mencapai batas
titrasi dipengaruhi oleh kelarutan asam salisilat dengan pelarut campurnya.
Pada tabung 1 dan tabung 7 contohnya, tabung 1 tidak diberikan etanol sehingga
asam salisilat tidak larut pada pelarut apapun, karena asam salisilat hanya
dapat larut pada pelarut semi polar saja, sehingga ketika dilakukan penyaringan
seluruh asam salisilat ikut tersaring dengan kata lain pada proses titrasi
hanya terjadi pada larutan propilenglikol, air dan NaOH saja sehingga volume
NaOH yang dibutuhkan pun lebih sedikit dibandingkan dengan tabung 7. Pada
tabung 7, dimasukan 4 ml etanol dan 0 ml propylenglikol. Banyaknya volume
etanol dalam pelarut campur tersebut membuat konstanta dielektrik menjadi
rendah, dengan rendahnya konstanta dielektrik membuat kelarutan asam salisilat
menjadi tinggi. Larutnya asam salisilat dalam pelarut membuat NaOH untuk
memutuskan ikatan membutuhkan waktu yang lama dan volume yang digunakan pun
lebih banyak. Namun bila ditinjau pada
hasil yang diperoleh dari praktikum ini, volume NaOH yang tertinggi
terjadi pada larutan tabung 3, yang seharusnya terjadi pada tabung 7. Begitu
juga dengan volume NaOH yang terendah terjadi pada larutan tabung 4 yang
seharusnya terjadi pada tabung 1. Hal ini mungkin terjadi karena kelalaian pada
saat praktikum.
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan
dari praktikum ini yaitu :
Kelarutan adalah jenuh
solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukkan bahwa
interaksi spontan satu atau lebih solute atau solven telah terjadi dan
membentuk dispersi molekuler yang homogeni. suatu zat hanya dapat larut pada
pelarut yang sejenis dengan zat tersebut, konsep ini dikenal dengan prinsip
like dissolves like. Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh jenis pelarut dan
konstanta dielektrik, dimana konstanta dielektik berbanding terbalik dengan
kelarutan suatu zat. Bila konstanta dielektriknya besar, maka kelarutannya
kecil, begitupun sebaliknya.