KINETIKA
REAKSI KIMIA
A. TUJUAN
Mempelajari
kinetika suatu reaksi kimia, dan menentukan waktu kadaluwarsa obat.
B. LANDASAN TEORI
Kinetika kimia merupakan bagian ilmu kimia fisika yang mempelajari
laju reaksi kimia, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta penjelasan
hubungannya terhadap mekanisme reaksi. Kinetika kimia disebut juga dinamika
kimia, karena adanya gerakan molekul, elemen atau ion dalam mekanisme reaksi
dan laju reaksi sebagai fungsi waktu. Mekanisme reaksi adalah serangkaian tahap
reaksi yang terjadi secara berurutan selama proses perubahan reaktan menjadi
produk. Mekanisme reaksi dapat diramalkan dengan bantuan pengamatan dan
pengukuran besaran termodinamika suatu reaksi, dengan mengamati arah jalannya
reaktan maupun produk suatu system. Syarat untuk terjadinya suatu reaksi kimia
bila terjadi penurunan energy bebas (t G < 0) (Crys, 2003).
Ada beberapa reaksi yang laju
reaksinya tidak bergantung pada konsentrasi pereaksinya, misalnya reaksi
fotosintesis dan reaksi- reaksi permukaan. Reaksi semacam ini dikatakan berorde
reaksi nol. Contoh reaksi yang berorde nol misalnya penguraian amoniak pada
permukaan katalis wolfram (Endang, 2007).
Beberapa prinsip dan proses laju
dalam bidang kefarmasian antara lain ; (1) kestabilan dan tak tercampurkan
proses laju umumnya adalah sesuatu yang yang menyebabkan ketidakaktifan obat
karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang diinginkan dari obat
tersebut; (2) Disolusi, disini diperhatikan terutama kecepatan berubahnya obat
dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular; (3) proses
absorbsi, distribusi, eliminasi beberapa proses ini berkaitan dengan laju
absorbsi obat kedalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju
pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai factor, seperti
metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur
pelepasan; (4) kerja obat pada tingkat molecular obat dapat dibuat dalam bentuk
yang tepat dengan menganggap timbulnya respons dari obat merupakan suatu proses
laju (Martin, 1993).
Para pembuat obat harus
tahu waktu paruh obat. Waktu paruh suatu obat dapat memberikan gambaran
stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan
degregasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen. Cahaya, dan
faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat
disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies atau perpindahan
atom-atom dna ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi.
Keceptan dekomposisi obat ditujukan oleh kecepatan perubahan konsentrasi
mula-mula satu atau lebih reakyan dan ini dinyatakan dengan tetapan kecepatan
reaksi “K”, yang untuk oede satu dinyatakan sebagai harga resiprok dari detik,
menit, atau jam. Dalam suatu reaksi kecepatan terurainya suatu zat padat
mengikuti reaksi orde nol, orde I ataupun orde II.
Untuk menentukan
kecepatan dekomposisi suatu zat/obat, digunakan metode elevated, yaitu
terurainya zat/obat tersebut dipercepat dengan memanaskannya pada temperature
yang lebih tinggi. Log K versus 1/T dinyatakan dalam grafik dengan menentukan
persamaan garis regresi linear akan didapatkan harga k pada temperature kamar
untuk menentukan waktu kadaluarsa obat. Metode ini dikenal sebgaai studi
stabilitas dipercepat (Anonim, 2012).
Prinsip yang mendasari
semua ilmu kinetika adalah hukum aksi. Hukum ini menyatakan bahwa reaksi kimia
yaitu kecepatan reaksi sebanding dengan masa aktif senyawa yang bereaksi. Dalam
praktiknya, laju suatu reaksi kimia hanya bergantung pada beberapa konsentrasi
dan jumlah perpangkatan konsentrasi ini diistilahkan dengan orde reaksi. Hal
ini dikarenakan reaksi kimia terjadi dalam beberapa tahap dan laju keseluruhan
reaksi sering ditentukan oleh laju tahap yang paling lambat (Donald, 2003).
Orde reaksi dapat
ditentukan dengan beberapa metode, yaitu :
a.
Metode
Subtitusi. Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi
disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi.
Jika persamaan itu menghasilkan harga k yang tetap konstan dalam batas-batas
variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tesebut.
b.
Metode
Grafik. Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde
reaksi tersebut. Jika konsentrasi diplot terhadap t dan didapatkan garis lurus,
reaksi adalah reaksi nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap
t menghasilkan garis lurus.
c.
Metode
waktu paruh. Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi
awal. Waktu paruh reaksi orde-pertama tidka bergantung pada konsentrasi awal,
waktu paruh untuk reaksi orde kedua, dimana a=b=c, sebanding dengan 1/a2.
Umumnya hubungan antara hasil di atas memperlihatkan bahwa waktu paruh suaut
reaksi dengan konsentrasi seluruh reaktan sama (Martin, et all., 1993).
Pengaruh
Suhu Terhadap Harga k, semakin tinggi suhu maka semakin tinggi harga k yang
diperoleh, hal ini sesuai dengan persamaan Arrchenius :
k
= A e(-Ea/RT)
dimana
:
T
= Suhu absolut ( ºC)
R
= Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)
E
= Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A
= Faktor tumbukan
k
= konstanta kinetika reaksi
Dari
persamaan diatas di dapat k ( konstanta kinetika reaksi ) berbanding lurus
dengan suhu ( T ). Semakin lama waktu reaksi maka harga k semakin berkurang,
hal ini menunjukkan reaksi dalam kondisi mendekati kesetimbangan. Pengaruh
Penambahan Katalis Terhadap Harga k Dari tabel diatas menunjukkan semakin
banyak katalis yang digunakan maka harga k yang diperoleh semakin besar, hal
ini menunjukkan bahwa jumlah katalis mempengaruhi terbentuknya metal ester.
Sesuai dengan mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam. Semakin banyak
H+ ( katalis ) semakin cepat reaksi dapat di arahkan ke produk (Sari, 2010).
Dengan
naiknya suhu pereaksi, maka suplai enenrgi untuk mengaktifkan pereaksi dan
tumbukan antar pereaksi untuk menghasilkan reaksi juga akan bertambah, sehingga
prosuk yang dihasillkan menjadi lebih banyak. Nilai konstanta kecepatan reaksi
(K) naik dengan kenaikan suhu reaksi. Hal ini sesuai dengan teori Arrhenius dan
pernyataan Westerterp (1984), bahwa kenaikan suhu akan menaikan nilai konstanta
kecepatan reaksi (Khairat, 2003).
Peningkatan
suhu reaksi, mempercepat kenaikan konsentrasi ALB(CD), memperbesar penurunan
konsentrasi A(CA), atau dengan kata lain menaikan konversi (XA). Hal ini
disebabkan karena dengan naiknya suhu reaksi, maka suplai energi untuk
mengaktifkan pereaksi dan tumbukan antar pereaksi untuk menghasilkan reaksi
juga akan bertambah, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih banyak.
Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) naik dengan kenaikan suhu reaksi
(rata-rata kenaikannya ±2 kali dari nilai awal), hal ini sesuai dengan teori
Arrhenius dan pernyataan Westerterp (1984), bahwa kenaikan suhu akan menaikan
nilai konstanta kecepatan reaksi, di mana kenaikan 10°C suhu reaksi menaikan
konstanta kecepatan reaksi sebanyak ±2 kali dari nilai awal (Khairat, 2003).
C. ALAT DAN BAHAN
1. ALAT
Adapun alat yang
digunakan :
a.
Gelas
kimia 500 ml 2 buah
b.
Thermometer
1 buah
c.
Statis
dan klem 1 buah
d.
Hotplate
1 buah
e.
Spektrofotometer
1 buah
f.
Kuvet
2 buah
g.
Tabung
reaksi 6 buah
h.
Gegep
i.
stopwatch
2. BAHAN
Adapun bahan
yang digunakan yaitu :
a.
Larutan
asetosal
b.
Air
c.
Es
batu
d.
FeCl3
E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel
Sampel
|
Waktu (Menit)
|
Serapan (A)
|
K (menit-1)
|
Log c (y) = log A
|
Tabung
I
|
5
|
3,697
|
-4,09.10-3
|
0,5678
|
Tabung
II
|
10
|
3,702
|
-2,22.10-3
|
0,5684
|
Tabung
III
|
15
|
3,657
|
-6,678.10-4
|
0,5631
|
Tabung
IV
|
20
|
3,655
|
-5,01.10-4
|
0,5628
|
Tabung
V
|
25
|
3,567
|
5,94.10-4
|
0,5523
|
Sampel
tabung VI (Co) serapannya, A= 3, 622
2. Perhitungan.
·
Menghitung
nilai konstanta laju (K) masing-masing sampel :
i.
Tabung
I
ii.
Tabung
II
iii.
Tabung
III
iv.
Tabung
IV
v.
Tabung
V
·
Menentukan
waktu paruh dan kadaluarsa obat
Dari
kurva hubungan waktu (t) terhadap log C diperoleh persamaan :
y
= -0.000x + 0,573
Dari
persamaan tersebut diperoleh :
Untuk
waktu paruh :
Untuk waktu kadaluarsa,
3. Kurva
F. PEMBAHASAN
Pada
praktikum ini dilakukan pengukuran laju reaksi suatu bahan obat dengan
menggunakan prinsip elevated. Prinsip elevated menjelaskan tentang pengaruh
pemanasan terhadap kelarutan atau laju reaksi, dimana bila panas diberikan
lebih, maka laju reaksi meningkat dan kelarutan juga bertambah, begitupun
sebaliknya. Pada ilmu farmasi, laju reaksi sangatlah penting dalam menentukan
waktu kadaluarsa dari suatu obat. Selain itu seorang calon apoteker dan apoteker harus mengetahui waktu paruh suatu obat, karena waktu paruh suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat
yaitu terurainya obat. Saat farmasist mengetahui stabilitas obat, maka
farmasist akan mengetahui waktu larut obat dalam tubuh.
Dalam praktikum kali ini bahan obat yang
digunakan yaitu asetosal yang merupakan ester dari asam karboksilat atau
derivate dari asam salisilat. Percobaan
diawali dengan memasukan 5 ml asetosal kedalam 5 tabung reaksi, yang
selanjutnya tabung-tabung tersebut
dimasukan secara bersama-sama kedalam gelas kimia 500 ml yang sebelumnya telah
dipanaskan diatas hotplate dengan suhu 40oC. Ketika termometer telah
menunjukan suhu 400C, tabung dimasukan dan hotplate dimatikan,
tujuannya agar suhu tidak bertambah sehingga prosedur kerja sesuai dengan
penuntun, dan diharapkan hasil yang diperoleh tidak jauh beda dari teori. Pemanasan
yang diberikan untuk percobaan ini yaitu pada suhu yang tidak terlalu panas dan
tidak dibawah suhu kamar pada saat itu yaitu dibawah 32oC. Panas
yang diberikan hanya untuk mempercepat laju reaksi sehingga solute lebih larut
dalam solven. Tabung pertama dipanaskan
selama 5 menit, lalu disimpan kedalam es dan begitu seterusnya hingga tabung ke
V. Pembeda setiap tabung adalah waktu
pemanasan, bila tabung pertama 5 menit, maka tabung kedua 10 menit, selisih
setiap tabung adalah 5 menit, maka tabung ke V dipanaskan selama 25 menit. Waktu pemanasan ini mempengaruhi dekomposisi
atau terurainya obat, dimana semakin lama dipanaskan maka obat akan makin
mengurai atau terdekomposisi, begitupun sebaliknya. Hal ini dikarenakan lama pemanasan meningkatkan
laju reaksi larutan sehingga kecepatan terurai juga meningkat seperti yang
terlihat pada hubungan konstanta kinetika reaksi dengan suhu pada persamaan
arrchenius. Dimana hubungan konstanta kinetika reaksi berbanding lurus dengan
waktu bila tenaga aktivasi, konstanta gas umum dianggap kosntan. Dengan kata
lain, semakin lama dipanaskan, maka konstanta kinetika reaksi juga bertambah.
Adapun
tujuan dilakukan pemanasan ini adalah untuk mempercepat terurainya zat/obat pada
temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar. Setelah dipanaskan, asetosal didinginkan dalam
es, penurunan suhu yang drastis dari panas ke dingin membuat proses penguraian
zat dalam obat terhenti atau proses kinetika reaksinya terhenti. Setelah larutan dingin, ditambahkan FeCl3
sebagai zat kompleks kedalam tabung reaksi, dan reaksi yang terjadi :
Ketika bereaksi, FeCl3 memutuskan
ikatan gugus OH pada senyawa asetosal dan mengikat 3 senyawa asetosal yang
memberikan perubahan warna ungu pada larutan.
Lalu
larutan secara bergantian dimasukan kedalam spektrofotometer untuk diketahui absorbansi
masing-masing larutan. Hasil pengukuran
absorbansi yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan pemberian FeCl3
yang berlebih, sehingga larutan berwarna ungu pekat dan spektro tidak dapat
membaca dengan jelas absorbansinya. Bila
berpatokan pada rumus kinetika reaksi, maka yang diperlukan untuk mengetahui
tetapan kecepatan reaksi yaitu konsentrasi mula-mula zat dan konsentrasi pada
waktu t. Tetapi bila ditinjau pada hukum
Lamber-beer, hubungan absorbansi dengan konsentrasi adalah berbanding lurus
bila absorbtivitas dan panjang kuvet dianggap konstan. Berdasar pada teori ini, maka untuk
konsentrasi awal dan akhir digunakan hasil pengukuran absorbansi pada variasi
waktu, dan hasil pengukuran absorbansi larutan standar.
Dari
hasil yang diperoleh, hubungan absorbansi dengan lama pemanasan bahan obat
berbanding terbalik, dimana semakin lama dipanaskan maka absorbansinya semakin
kecil, Secara teori hal ini benar. Lamanya pemanasan membuat penguraian zat
aktif dan zat pelengkap dalam obat semakin besar sehingga absorbansi yang
dihasilkan kecil. Hal ini dikarenakan
molekul-molekul obat yang semula berupa granul berubah menjadi molekul-molekul
yang lebih kecil lagi sehingga cahaya lebih mudah diserap oleh larutan
ketimbangan larutan dengan bentuk molekul yang lebih besar. Bila absorbansi kecil maka kinetika reaksi
atau laju reaksinya juga kecil, dimana absorbansi berbanding lurus dengan laju
reaksi. Dengan kata lain lama pemanasan mempengaruhi absorbansi dan laju reaksi
obat dan berbanding terbalik dengan lama pemanasan itu sendiri. Bila dilihat
pada kurva hubungan Log C terhadap lama pemanasan, hubungan keduanya adalah
berbanding terbalik. Log C merupakan logaritma dari nilai absorbansi dan
absorbansi berbanding lurus dengan laju reaksi.
Dari
kurva hubungan log C dengan lama pemanasan, diperoleh persamaan garis lurus
yang digunakan untuk menentukan nilai koefisien reaksi yang nantinya juga ikut
dalam penentuan waktu paruh dan waktu kadaluarsa obat. Namun, persamaan reaksi
yang dihasilkan pada percobaan ini bila dimasukan kedalam rumus penentuan waktu
paruh dan waktu kadaluarsa, maka hasil akhirnya adalah nol. Berdasarkan hasil
yang diperoleh, menunjukan bahwa obat yang digunakan tidak layak uji, karena
obat tersebut telah mencapai masa kadaluarsanya sebelum dilakukan percobaan
terhadap waktu paruh dan waktu kadaluarsanya. Namun, nilai hasil perhitungan
waktu paruh dan waktu kadaluarsa yang diperoleh tidak akurat karena dampak pemberian FeCl3 berlebih
yang mempengaruhi hasil pembacaan spektrofotometer sehingga menghasilkan nilai
absorbansi yang tidak akurat dan secara otomatis nilai Log C juga tidak akurat,
sehingga persamaan yang diperoleh juga salah.
G. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum ini
yaitu :
Kinetika reaksi berhubungan dengan laju reaksi,
dimana laju reaksi berhubungan dengan waktu paruh obat yang penting untuk
mengetahui waktu larut obat dalam tubuh. Untuk menguji laju reaksi digunakan
prinsip alevated. Waktu paruh dan waktu
kadaluarsa obat yang diperoleh yaitu 0 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Farmasi Fisika. Unhalu, Kendari
Crys
Fajar P, Heru P, dkk, 2003, Kimia dasar 2, Yogyakarta : IMSTEP UNY
Endang.2007. Kinetika Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA UNY
Khairat, 2003. Kinetika Reaksi Hidrolisis Minyak Sawit dengan Katalisator Asam Klorida.
FT, Universitas Riau. Pekanbaru
Martin, Alfred, et all. 1993. Dasar-dasar kimia fisik dlm ilmu farmasetiik
fisik. UI Press. Jakarta
Sari, Annas Puspita. 2010. Kinetika Reaksi Esterifikasi Pada Pembuatan Biodiesel
Dari Minyak Dedak Padi. Jurusan Teknik Kimia. Diponegoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar