KELARUTAN SEMU/TOTAL
(APPARENT SOLUBILTY)
A. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui
pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah.
B. Landasan Teori
Untuk menyatakan kelarutan zat
kimia, istilah kelarutan dalam pengertian umum kadang – kadang perlu digunakan,
tanpa mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan
tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20o dan kecuali
dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian boboy zat padat atau 1 bagian
volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut (Anonim, 1979).
Kelarutan adalah kadar jenuh solute dalam sejumlah solven
pada suhu tertentu yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih
solute atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang
homogeni. Suatu larutan dikatakan jenuh apabila terjadi kesetimbangan antara
fase solute dan fase solven dalam larutan yang bersangkutan. Kelarutan dapat
diungkapkan melalui banyak cara antara lain dengan menyatakan jumlah pelarut
(dalam ml) yang dibutuhkan untuk setiap gram solute, dengan pendekatan berupa
perbandingan, missal : 1 bagian solute dapat larut dalam 100-1000 bagian solven
disebut sukar larut, fraksi mol dan molar (Anonim, 2012).
Pada literatur lain kelarutan
diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada
suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang berlainan.
Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam cairan.
Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas, pembentukan
kristal campuran) (R.
Voight,1994).
Kelarutan semu total maksudnya seolah-olah
suatu zat telah larut total, tetapi sebenarnya masih ada zat yang tidak larut. Kelarutan
merupakan perameter yang perlu diketahui dalam penelitian perefomasi suatu obat
menjadi suatu sediaan farmasi. Sebelum obat dapat terabsorpsi menembus membran,
obat melalui fase pelarutan dalam cairan tubuh pelarutan didalam cairan tubuh.
Kelarutan obat sering kali dipengaruhi oleh Ph, suhu, sifat pelarut, konsentrasi, ukuran partikel, kosolvensi,
solubility atau zat-zat penglarut (Nugroho, 2000
).
Bahan-bahan obat berupa senyawa organik yang bersifat
asam lemah atau basa lemah, dengan demikian faktor pH sangat mempengaruhi
kelarutannya.Untuk obat-obat yang
bersifat asam lemah, pada asam lemah,
pada pH yang absolut rendah zat tersebut peraktis tidak mengalami ionisasi.
Kelarutan obat dalam bentuk ini sering disebut sebagai kelarutan intrinsik. Jika
pH dinaikan, maka kelarutannyapun akan meningkat, karena selain membentuk
larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan (kelarutan
intrinsik) juga terlarut obat yang terbentuk ion (Zulkarnain,
dkk.2008 ).
Untuk obat-obat yang bersifat
asam lemah, pada asam lemah, pada pH yang absolut rendah zat tersebut
praktis tidak mengalami ionisasi. Kelarutan obat dalam bentuk ini sering
disebut sebagai kelarutan intrinsik. Jika pH dinaikan, maka kelarutannyapun
akan meningkat, karena selain membentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul
yang tidak terionkan ( kelarutan intrinsic ) juga terlarut obat yang terbentuk
ion (Shargel.dkk,1999 ).
Gravimetri merupakan cara pemeriksaan
jumlah zat yang paling tua dan yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia
lainnya. Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat
tetap ( berat konstan)- nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang
dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis
gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis
menjadi senyawa lain yang murni dan
stabil sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat unsur atau gugus yang
dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta berat atom penyusunnya
( Gholib,dkk, 2007).
Dalam grafimetri, endapan yang diinginkan
adalah endapan hablur kasar, karena endapan seperti ini mudah disaring dan
dicuci. Selain itu, lantaran luas permukaan endapan hablur kasar itu lebih
kecil daripada luas permukaan endapan hablur halus, maka endapan hablur kasar
ini lebih sedikit mengandung kotoran.
Dalam grafimetri, endapan biasanya
dikumpulkan dengan penyaringan cairan induknya melalui kertas saring atau alat
penyaring kaca masir. Kertas saring yang digunakan dalam grafimetri terbuat
dari selulosa yang sangat murni sehingga jika dibakar hanya meninggalkan sisa
abu sangat sedikit. Lazimnya kertas saring itu dibagi atas tiga kelompok yakni
kertas saring yang berpori besar, sedang dan kecil. Pemilihan ketas saring itu
tergantung pada sifat endapan yang akan disaring. Sebaliknya, alat penyaring
kaca masir digunakan bila endapan yang disaring tidak akan dipijar setelah
setelah penyaringan, tetapi hanya dikeringkan saja.
Selain dengan penyaringan, endapan dapat pula
dipisahkan dengan cara pengenap-tuangan. Dengan cara ini, endapan yang berada
dalam cairan induknya diendapkan beberapa saat, kemudian cairan bagian atasnya
dituangkan ke dalam wadah lain. Pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang sampai
semua cairan terpisah dari endapan.
Setelah dipisahkan, endapan diubah
bentuknya menjadi bentuk timbang dengan cara
pengeringan atau pemijaran. Pengeringan dilakukan untuk memisah air,
elektrolit yang terjerap dan kotoran-kotoran yang mudah menguap lainnya,
sedangkan pemijaran dilakukan untuk memperoleh bentuk timbang yang sesuai.
Grafimetri dapat digunakan untuk menentukan
hampir semua anion dan kation anorganik serta zat-zat netral seperti air,
belerang dioksida, karbon dioksida dan iodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa
organik dapat pula ditentukan dengan mudah secar grafimetri. Contoh-contohnya
antara lain: penentuan kadar laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat,
fenolftalein dalam obat pencahar, nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam
biji-bijian dan benzaldehida dalam buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara
grafimetri merupakan salah satu cara yang paling banyak dipakai dalam
pemeriksaan kimia (Rivai,1995).
Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran
senyawa yang dapat meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam
atau basa. Peniadaan perubahan pH tersebut dikenal sebagai aksi dapar. Bila ke
dalam air atau larutan natrium klorida ditambahkan sedikit asam atau basa kuat,
pH larutan akan berubah. System ini dikatakan tidak beraksi dapar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pH larutan
dapar yaitu, akibat pengenceran. Penambahan air dalam jumlah cukup, jika tidka
mengubah pH dapat mengakibatkan penyimpangan positif atau negative sekalipun
kecil sekali, karena air selain dapat mengubah nilai koefisien keaktifan ia
juga dapat bertindak sebagai asam lemah atau basa lemah. Dengan adanya
pengenceran larutan dapar, pH menjadi ½
kali kekuatan mula-mula (Martin,2009).
C. Alat dan Bahan
1.
Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu :
- a. Labu Erlenmeyer 3 buah
- b. Pipet 10 ml 1 buah
- c. Filler 1buah
- d. Kertas saring 3 lembar
- e. Timbangan analitik
- f. Corong
- g. Oven
2.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan :
- a. Dapar fosfat 5 ml pH 3,4, dan 5
- b. Asam benzoat 0,6 gram
1.
Table
pengamatan
No.
|
pH
|
Berat kertas saring
|
Asam Benzoat tidak larut (gram)
[berat K.S akhir.awal]
|
|
Awal
|
Akhir
|
|||
1.
|
3
|
0,29 g
|
0,49 g
|
0,20 g
|
2.
|
4
|
0,26 g
|
0,39 g
|
0,13 g
|
3.
|
5
|
0,28 g
|
0,50 g
|
0,22 g
|
1.
Tabel
berdasarkan hasil perhitungan data
No.
|
pH
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
1.
|
3
|
0,29
|
0,2
|
0,39
|
0,10
|
0
|
1
|
2.
|
4
|
0,2
|
0,2
|
0,39
|
0,13
|
0,43
|
2,18
|
3.
|
5
|
0,28
|
0,2
|
0,50
|
0,22
|
-0,032
|
0,87
|
Keterangan tabel :
A = Massa kertas saring
B = Massa asam benzoate
C= Massa kertas saring + massa asam benzoat
D = Massa asam benzoat yang tidak larut
E = Kelarutan intrinsic (So)
F = Kelarutan semu (S)
E.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan terhadap bahan obat asam benzoat dengan dapar
fosfat pada pH tertentu, dimana tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk
mengetahui pengaruh pH terhadap kelarutan asam benzoat. Percobaan ini diawali dengan
penimbangan asam benzoat 0,2 gram sebanyak 3 kali penimbangan. Sementara itu,
larutan dapar fosfat pH 3,4,dan 5 dimasukan kedalam labu erlenmeyer masing-masing
5 ml. Lalu asam benzoat hasil penimbangan dimasukan kedalam labu dan dikocok
selama 20 menit. Pengocokan dilakukan untuk membantu asam benzoat larut dalam
pelarut dapar.
Hasil reaksi kimia antara asam benzoat dan larutan dapar
ini menghasilkan endapan putih yang merupakan sisa benzoat yang tidak larut. Endapan
yang terbentuk karena molekul obat/asam benzoat tidak terdisosiasi diproduksi
dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai kelarutan. Pada saat proses
solvasi, tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan
tarikan antara dapar fosfat dengan asam benzoat, sehingga terbentuk suatu
sruktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut dimana hal ini memungkinkan
interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil. Bila secara kasat mata,
dari ketiga tabung yang paling sedikit terlihat endapan putihnya yaitu pada
labu erlenmeyer dengan dapar fosfat pH 4, dan yang paling banyak yaitu pada
labu dengan pH buffer 5.
Sisa asam benzoat lalu dikeringkan dengan menggunakan
oven untuk menguapkan sisa pelarut yang terdapat pada residu. Hasil pengeringan
ditimbang kembali dengan timbangan analitik dan data yang diperoleh, pada pH 3
sisa asam benzoat yaitu sebesar 0,2 gram dari 0,2 gram berat asam benzoat awal,
berarti larutan dapar pH 3 tidak melarutkan sedikitpun asam benzoat. Lalu pada
pH 4, berat asam benzoat yang tidak larut adalah 0,13 gram dari 0,2 gram berat
awal, berarti ada 0,07 gram asam yang larut dalam larutan dapar. Dari 2 data
ini, mulai menunjukan pengaruh pH terhadap kelarutan asam benzoat dalam
pelarutnya. Pada pH 5, berat asam benzoat sisa melebihi berat asam benzoat
awal, dimana seharusnya berat sisa harus lebih kecil atau sama dengan berat
awal. Hal ini mungkin terjadi karena kelalaian pada saat melakukan praktikum.
Penurunan berat asam benzoat yang semula 0,2 gram menjadi
bervariasi menunjukan kemampuan setiap pH pelarut dalam mendispersi zat. Hal
ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa salah satu dari faktor penyebab
kelarutan yaitu karena pH. Semakin besar pH yang diberikan, maka semakin tinggi
kemampuan melarutkan zat. Selain itu, pH juga mempengaruhi pergerakan laju
reaksi dari suatu larutan. Bila ditinjau pada kurva, hubungan antara kelarutan
semu dan pH, maka kelarutan semu berbanding lurus dengan pH, selain itu hubungan
kelarutan semu dan kelarutan intrinsik adalah juga berbanding lurus, bila
kelarutan intrinsik besar maka kelarutan semu juga besar.
F.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini
yaitu :
Pada
kelarutan semu, larutnya suatu bahan obat yang bersifat asam lemah kedalam
pelarut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah pH. pH berbanding lurus
dengan kelarutan semu, dimana bila pH pelarut besar maka daya melarutkan atau
kelarutan semunya besar begitupun sebaliknya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen
Kesehatan.
Jakarta.
Kharis,Ahmad, et all. 2000. Pengaruh Propilen Glikol Terhadap Kelarutan Semu Teofilin dan Kofein.
J.kimia. Vol.11(3), halaman : 161.
Nugroho, A.K. SuwaldiMartodiharjo, TejoYuwono. Pengaruh
Propilen Glikol Terhadap Kelarutan Semu Teofilin dan Kofein. Fakultas
Farmasi Universitas Gajah Mada. Majalah Farmasi Indonesia. 2002. Yogyakarta.
Pharmacokinetics, 5th Ed.,vol 85-86,
Mc. Graw and Hill, Singapore
Prof. Dr.ibnu gholib ganjar, DEA., Apt,
abdul rohman, M.Si.,Apt, 2007, kimia
farmasi analisis, yogyakarta, UGM
Rivai, H .2006. Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas
Indonesia Press.Jakarta
Shargel,Ldan Yu. 1999. Biofarmasetika dan farmasetika terapan. Terjemahan oleh Fasich dan
Sjamsiah, S. edisi kedua. Airlangga press. Surabaya. 85-132.
Voigt, Rudolf, 1995,Buku
Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi 5,
Universitas Gajah Mada Press: Bandung.
Zulkarnain, Abdul Karim. Arundita Kusumawida. Triani
Kurniawati. Pengaruh Penambahan Tween 80
dan Polietilen Glikol 400 Terhadap Absorpsi Piroksikam Melalui Lumen usus in situ. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Majalah Farmasi Indonesia.
2008. Yogyakarta. 19(1),
25 – 31, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar