Sabtu, 30 Juni 2012

Koefisien Partisi


LAPORAN
PRAKTIKUM FARMASI FISIK I
PERCOBAAN III
KOEFISIEN PARTISI

OLEH :

NAMA                           :          NURRAMADHANI.A.SIDA
STAMBUK                    :          F1F1 11 114
KELAS                          :          A
KELOMPOK                :          5
ASISTEN                       :          LD. ABD. KADIR

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012  

A.    TUJUAN

Adapun tujuan diadakannya praktikum ini yaitu :
Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air.

B.     LANDASAN TEORI

Koefisien partisi adalah distribusi kesetimbangan dari analit antara fasa sampel dan fasa gas, dan kesetimbangan dari perbandingan kadar zat dalam dua fase. Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makromolekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat. (Alfred,1990).
Koefisien distribusi atau koefisien partisi didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase ekstrak dibagi dengan fase berat solute dalam fase rafinat dalam keadaan kesetimbangan (Kamiyatun, 2008).
Koefisien partisi lipida – air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah dicapai kesetimbangan. Peranan koefisien partisi obat dalam bidang farmasi sangat penting. Teori-teori tentang absorbs, ekstraksi, dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien partisi (Anonim : 2012).
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan keasaman atau kebasahan larutan. Asam lemah adalah asam yang hanya terionisasi sebagian dalam air dan salah satu contohnya adalah asam salisilat. Asam salisilat adalah sebuah asam karboksilat yang lebih bersifat asam dari pada alcohol atau fenol. Sifat faali dari asam karboksilat berbobobt molekul rendah ialah baunya. Reaksi suatu asam lemah dengan air bersifat reversible. Kesetimbangan terletak pada sis persamaan, yang energinya lebih rendah. Sifat struktur apa saja yang menstabilkan anion dibandingkan dengan asam konjugasinya, akan menambahn kuat asam denga cara menggeser letak kesetimbangan kea rah sisi H3O+ dan anion (A-) (Fesseden dan Fesseden,1986).
            Pada umumnya, obat-obat bersifat asam lemah dan basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah sangat besar.
            Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada koefisien partisi akan bermanfaat dalam hbungannya dengan ekstraksi dan kromatografi obat. Semakin besar nilai koefisien partisinya maka semakin banyak senyawa dalam pelarut organic. Nilai koefisien partisi suatu senyawa tergantung pelalrut organic tertentu yang digunakan untuk melakukan pengukuran.
            Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi air dan n-oktanol, karena n-oktanol dalam banyak hal menyerupai membrane biologis dna juga merupakan model yang baik pada kromatografi fase terbalik. Beberapa obat mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Oleh Karen aitum koefisien partisi obat-obat ini pada pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika melibatkan lebih dari 1 gugus yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian, sering kali, salah satu gugus dalam satu molekul obat lebih mudah mengalami ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu (Gholib, ibnu, 2007).
            Larutan jenuh  adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh dipole momemnnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar lain. Aksi pelarut dari cairan non polar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan zat polar. Pelarut nonpolar tidak dappat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, Karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecah ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut nonpolar termasuk golongan pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk jembatan hydrogen dengan nonelektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionic dan polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar (Martin,2009).
       

C.     ALAT DAN BAHAN

1.      Alat

Adapun alat yang digunakan, yaitu :
-          Spektrometer
-          Pipet ukur 10 ml
-          Filler 1 buah
-          Gelas kimia 100 ml 3 buah
-          Labu Erlenmeyer 3 buah
-          Kuvet 1 buah
-          Water bath

2.      Bahan

Adapun bahan yang digunakan, yaitu :
-          Dapar asam salisilat, pH 3,4, dan 5
-          Kloroform (CHCl3)
-          Air
-          FeCl3






E.     HASIL PENGAMATAN

1.      Tabel hasil pemisahan fasa air dan kloroform

pH larutan
Fasa Air
Fasa Kloroform
3
10,5 ml
4 ml
4
10 ml
4 ml
5
10 ml
4,2 ml

2.      Tabel hasil pengukuran absorbansi, C2o, C2.
pH larutan
Absorbansi (A)
C2o (M)
C2 1
APC
3
0,285
0,48.10-2
7,1.10-3
4
0,375
0,86.10-3
9,35.10-3
5
0,084
0,93.10-4
2,09.10-3



F.      PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, dilakukan pengukuran koefisien partisi dan absorbansi dari campuran dapar obat asam salisilat dengan kloroformn yang merupakan lipida. Bila ditinjau dari kepolaran kedua larutan yang digunakan, maka secara teoritis kedua larutan tersebut hanya sedikit yang dapat saling melarutkan bahkan disimpulkan tidak ada yang melarut. Berpatokan dengan prinsip like dissolves like, maka larutan dapar asam salisilat akan larut dengan pelarut polar  dan kloroform larut dalam pelarut nonpolar. Percobaan ini diawali dengan pencampuran dapar salisilat dan kloroform dalam labu Erlenmeyer, lalu dimasukan kedalam waterbath. Pemanasan dilakukan untuk membantu dalam proses melarutkan dan mempercepat tercapainya pemisahan fasa air dan fasa kloroform.
Penggunaan inkubasi atau waterbath dalam proses pemanasan bertujuan untuk melindungi system dari gangguan lingkungan.  Setelah 20 menit masa inkubasi, dapat dilihat batas antara fasa air dan fasa kloroform. Lalu larutan dipisahkan antara fasa air dan fasa kloroform, dan fasa yang diambil untuk dihitung absorbansinya yaitu fasa air. Dari hasil yang diperoleh pada pH 3 fasa air yang diambil yaitu 10,5 ml, pH 4 fasa air yang diambil sebesar 10 ml, dan pH 5 fasa air yang diambil 10 ml. Berbicara mengenai berat jenis atau bobot jenis suatu larutan, air memiliki bobot jenis lebih rendah dari kloroform, maka proses pemisahan kedua larutan ini dengan membuang larutan bagian bawah yang merupakan kloroform hingga garis kesetimbangan jenuh. Kesetimbangan jenuh terjadi ketika air dan lipida atau kloroform benar-benar nampak berpisah, biasanya ditandai dengan terdapatnya garis pembatas diantara 2 larutan ini.
Penggunaan buffer sebagai larutan polar dalam praktikum ini dikarenakan oleh kemampuan buffer untuk mempertahankan pH walau diberikan sedikit asam atau basa. Ketika larutan buffer dicampurkan dengan kloroform maka ion H+ yang merupakan asam  yang berasal dari kloroform tidak akan merusak atau mengubah konsentrasi atau pH dari buffer tersebut. Larutan buffer salisilat dalam diganti dengan larutan salisilat namun kemungkinan konsentrasinya berubah cukup besar.
Dari hasil pemisahan antara fasa air dan fasa lipid, fasa yang akan diamati besar absorbansinya atau kemampuan menangkap cahayanya yaitu fasa air. Setiap gelas kimia yang berisi sisa air ditambahkan FeCl3, dimana penambahan FeCl3 ini hanya untuk memberikan warna pada larutan agar data absorbansinya dapat dibaca oleh spectrometer cahaya yang ada. Pemberian FeCl3 pada larutan mengubah warna larutan menjadi ungu/violet yang menandakan adanya derivate salisilat didalam larutan. Lalu larutan dimasukan kedalam kuvet dan dihitung absorbansinya. Dari data, absorbansi terbesar  yaitu pada pH 4 sebesar 0,375, dan absobansi terendah pada pH 5.
Bila dilihat pada kurva absorbansi terhadap pH, garis data dimulai dari pH 3 rendah lalu meninggi pada pH 4 dan menurun kembali pada pH 5. Lalu perhatikan kurva hubungan koefisien partisi dengan pH, perubahan yang terlihat sama dengan perubahan yang terjadi pada kurva absobansi terhadap pH. Obat-obat yang bersifat asam lemah bila dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH larutan, dimana pH berbanding lurus dengan kelarutan. Semakin besar pH semakin besar kelarutan, besarnya kelarutan semakin sedikit jumlah yang terionisasi. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan demikian semakin besar pH semakin mudah larut dalam lipida maka semakin besar koefisien partisinya. Bila ditilik kembali kurva hubungan koefisien partisi dan pH pada praktikum ini, perubahan nilai koefisien partisi pada pH 3 menunjukan kenaikan ketika pHnya naik menjadi 4, tetapi menurun kembali ketika pH 5, hal ini mungkin terjadi karena kelalaian pada saat melakukan praktikum.



G.    KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dari praktikum ini, yaitu :
Dari Percobaan yang dilakukan  dapat disimpulkan bahwa pengaruh  pH  terhadap  koefisien  partisi obat yang bersifat asam lemah adalah  berbanding  lurus. Semakin  besar  pH  maka  koefisien partisi  juga semakin besar.



DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 2012. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika I. Universitas Haluoleo,Kendari.

Golib, Ibnu, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Fesseden & Fesseden, 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta. 

Kasmiyatun,Mega, dkk. 2008. Ekstraksi Asam Sitrat dan Asam Oksalat : Pengaruh Trioctylamine sebagai Extracting Power Dalam Berbagai Solvern Campuran Terhadap Koefisien Distribusi. J.Kimia. Vol.12. No.2 hal.108.

Martin, Alfred, dkk. 2009. Farmasi Fisik Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik. Penerbit UI-Press. Jakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar